Jumat, 07 Juli 2017

Does anyone else's ever feel like this?

“The greatest pain of love is when you can’t have someone you love“ mendadak jadi baca-baca quotes yang sedikit lebay haha…ya, mungkin tidak semua perempuan mudah mengekspresikan perasaan yang dialaminya dan salah satunya itu adalah Aku. Untuk jadi perempuan yang agresif, baiklah dalam hal ini Aku kibarkan bendera putih. Jadi orang lain yang bukan dirimu sendiri itu bukanlah perkara mudah, berpura-pura terlihat ceria padahal dalamnya sedih, berpura-pura terlihat tegar padahal di dalamnya mudah rapuh, berpura-pura terlihat hebat padahal di dalamnya lemah, berpura-pura tidak kenapa-kenapa padahal di dalamnya ada apa-apa, semacam hidup dalam kepura-puraan well..actually that’s not my style. Walaupun terkadang memang Aku terlihat terlihat tidak peduli, but I swear it’s kiils me.
Sebenarnya Aku bukanlah sosok yang mudah untuk mengekspresikan ketika terlampau senang atau terlampau kecewa, terlebih lagi dengan yang namanya curhat seperti yang sering di lakukan kaum hawa sambil mewek meweh termehek mehek terkekek kekek atau apalah lalu posting di sosial media dengan marah-marah dan mengumpat-ngumpat bahkan memajang foto sedang bersedih (sumpah, buatku itu adalah hal paling terlebay di dunia) hey curhat? what’s the point?. Diam seribu bahasa untuk sejenak terkadang adalah senjata yang begitu ampuh buatku. Kenapa? ya karena ketika Aku terlampau kecewa agar Aku tidak memvonis siapapun atas apa yang sedang Aku alami. Begitupun kali ini, apapun yang dirasakan lebih baik tuangkan saja dalam bentuk tulisan sehingga mungkin dengan begini apapun yang Aku rasakan lebih mudah untuk diekspresikan.
Kesalahanku bukanlah karena aku mengaguminya, tapi mempercayai bahwa dia akan merasakan hal yang sama –itulah kesalahanku-. Ketika kamu memperlakukanku dengan baik Aku pikir itu karena aku ini special, salah besar yang Aku sangkakan selama ini. Hanya karena dia baik padaku bukan berarti seperti yang Aku pikirkan, melainkan dia memang orang yang baik sehingga bersikap baik dengan siapapun. Entah dari kapan Aku mulai merasakan ini, yang jelas untuk hal ini Aku tidak pernah mengutarakannya pada siapa pun. Terkadang dalam situasi ini Aku terasa seperti orang-orang yang introvert sibuk dan mengerti tentang duniaku sendiri, tapi percayalah Aku bukan orang yang seperti itu haha…Aku bukanlah tipe orang yang mudah mengagumi, tapi sampai akhirnya-untuk pertama kalinya-Aku pernah yang namanya merasakan dimana ketika bertemu seseorang seolah-olah jantung ini berdebar tidak karuan, melihat sosoknya dari keramaian tapi kamu tidak tahu mau berbuat apa, bersedia melakukan sesuatu yang ingin sekali melihatnya bangga akan apa yang kamu lakukan meskipun itu menguras tenaga dan pikiranmu, merasakan yang namanya dari bangun tidur sampai mau tidur yang terlintas di kepalamu adalah wajah itu saja. Sumpah Aku berasa jadi orang paling absurd sedunia seperti orang bodoh yang tidak tahu perasaan apa itu. Banyak hari-hari yang Aku alami yang terkadang membuatku senang sehingga mungkin Aku terlalu sibuk membangun dan menghubung-hubungkan kebetulan sampai pada akhirnya aku berada pada suatu titik dimana rangkaian kebetulan yang Aku bangun itu berada pada titik yang tidak betul. 

Have you considered that you lead your self on the most
you become attached to idea of being with that person
you begin imagining being with them
and plan little events with them in your head
But when your face every single day without that person,
it’s only you that feels devotion
it’s you-who-breaks your own heart

Dan ini Aku yang masih menertawakan kebodohanku. Lucu sekali rasanya ketika Aku menaruh harapan yang pada dasarnya Aku tahu betul bahwa itu pasti tidak akan terjadi dan akan menempatkan Aku pada rasa yang teramat kecewa.
Apa ini yang dinamakan patah hati? hah sungguh rasanya tidak mengenakan sama sekali. Terkadang aku kesal sendiri karena tidak bisa berkonsesntrasi pada apapun. Padahal banyak yang bisa dilakukan tapi rasanya Aku seperti memilih untuk bangun dan tidur saja. Sampai pada akhirnya gara-gara dalam fase ketidakjelasan ini membuat bobot tubuh dan wajahku membulat, yaa ampuuun!!! tumben amat kamu seperti ini. Percayalah dalam situasi yang sebenarnya sederhana tapi terlihat rumit ini mampu membuyarkan konsentrasi bahkan merusak mood terlebih lagi saat ini Aku berada dalam fase harus mengerjakan tugas akhir ditambah membuat suatu karya tulis dan kondisi dimana sahabatku sendiri yang sudah berbulan-bulan tidak ada kabarnya dan mengabaikanku tanpa aku tahu apa yang salah dengan Aku, ahh..lengkap sudah rasanya! Kali ini Aku benar-benar berada di titik terlemahku, rasanya ingin sekali menangis terisak-isak melepas semua beban yang aku rasakan. Seandainya waktu Aku bisa putar Aku pasti tidak akan memelih seperti ini.
Kepingan puzzle yang selama ini keliru Aku rangkai, perlahan-lahan mulai ditunjukannya satu per satu sampai terlihat jelas. Hari-hari berusaha aku hadapi seolah-olah itu semua tidak mempengaruhiku, tahu apa yang paling melelahkan? terlihat tidak ada apa-apa namun sebenarnya banyak hal yang berkecamuk di kepalaku. Dalam hal ini, mungkin dalam kelas melupakan Aku adalah murid bodoh yang duduk di bangku depan. Ya, If you only knew how much those little moments mattered to me. Sejauh apapun Aku berlari, sesering apapun Aku menghindar, sekeras apapun aku berusaha, Aku tahu bahwa pada akhirnya itu akan sia-sia. Rasanya tidak semudah itu untuk melupakan atau mungkin memang bukan untuk dilupakan? Aku jadi belajar bahwa hal apapun itu yang membuatmu merasa paling senang atau situasi yang membuatmu pada titik terlemah sekalipun pada dasarnya memang tidak untuk dilupakan, tetapi diingat -diingat dengan persepsi yang berbeda-.
Hari ini tepat pukul 11.22 aku mengakhiri tulisan ini dengan suasana mendung sedikit hujan gerimis, dan lagu Somebosy’s Me milik Enrique Iglesias menemaniku di depan laptop. Biasanya tiap kali Aku mendengarkan lagu-lagu aku sangat menikmati musiknya ,Ah..tapi entah kali ini Aku merasa berbeda hanya saja liriknya seperti mampu mendeskripsikan sesuatu yang tidak mampu Aku ungkapkan, that somebody’s me...

                                                                                         

Minggu, 07 Mei 2017

Selasa, 12 April 2016

Pernahlah kamu berpikir kamu diciptakan untuk apa?

"well... 6 April 2016 this is gonna be the best day of my life" yap mungkin itu salah satu kalimat yang bisa mewakili betapa senangnya Aku pada hari itu.

Jumat, 10 Juli 2015

Diktator Intelektual



Flashback saat itu Aku yang tiba-tiba dipilih sebagai ketua penggalian dana melalui pembuatan yang katanya “identitas” tidak boleh mahal tapi yang murah (Aku cuma bisa meringis dalam hati) ingin menyampaikan sosialisasi ke mereka, namun tahu apa? Tanggapannya “sudah, percuma juga kamu bicara toh gak ada yang mau dengerin”. Memang niatan baik belum tentu direspon dengan baik, jujur Aku kecewa mendengarnya tapi..Aku brusaha untuk bersabar, Aku berusaha mengalihkan pikiranku ya mungkin waktunya saat itu kurang tepat.
Ini bermula dari sikap mereka yang tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan. Masih teringat diingatanku Aku yang waktu itu sendiri di gazebo sedang berkutat dengan laptopku yang setia Aku gunakan untuk membuat tugas. Pertama salah satu dari mereka menghampiri  Aku menanyakan kegiatan jurusan yang akan dilaksanakan. Memang, kegiatan ini sepertinya kurang direspon baik oleh banyak pihak, begitu juga dengan Aku yg sebenarnya kurang setuju dengan kegiatan yang menurutku dibalik kegiatan ini ada pihak-pihak yang sengaja mengambil keuntungan. Namun dari sekian lama Aku baru menyadari semua itu setelah Aku mendapati sebuah buku yang berisi kalau bisa dikatakan itu adalah “eksploitasi” hahaha entahlah…Berbincang-berbincang, satu persatu mereka menghampiriku, awalnya Aku pikir mereka bisa diajak bekerja sama tapi jauh dr perbincangan itu justru Aku di ceramahi habis-habisan, Aku yang seperti orang dungu tidak mengerti apa sebenarnya permasalahan mereka dengan generasi di atasku tapi kenapa Aku yang tidak mengerti apa-apa ini jadi sasaran mereka. Bak seekor rusa Aku seperti dikelilingi oleh singa-singa yang siap menerkam. Aku berusaha untuk bersabar lagi, walaupun saat itu Aku tidak bersama dengan teman-temanku, tapi Aku berusaha untuk tetap tenang dan mengiyakan kata-kata mereka yang seperti pisau itu. Aku berusaha mengalihkan pikiranku, hah mungkin maksud mereka baik hanya saja cara mereka utuk menyampaikannya yang salah.
Setahun setelah kepemgurusan yang lama, kini Aku terpilih menjadi wakil ketua di organisasi ini. Aku dan temanku yang telah terikat dengan tanggungjawab ini berusaha untuk melaksanakan tanggung jawab yang mereka berikan kepada kami. Kesalah pertama yaitu waktu Januari-mei terbuang sia sia karena kurangnya inisiatif dari kami untuk menyelenggarak kegiatan. Sampai pada akhirnya kejadian ini terulang kembali.
            Saat itu temanku yang menjadi ketua berusaha untuk mengordinir perwakilan dari angkatan untuk turut serta pada saat rapat, ya itu sebelumnya adalah ideku. Sempat terfikir pada kepungurusan sebelumnya yang kurangnya kordinasi dengan tingkat lainnya Aku tidak mau itu terulang kembali, sedangkan pada saat itu temanku ini belumlah tahu mengenai kepengurusan yang sebelumnya maka dari itu Aku menyarankan kepada temanku ini agar kegiatan apapun yang kita lAkukan hendaknya kita melibatkan semua tingkatan agar mereka juga bisa ikut andil dalam kegiatan yang kita jalankan. Kata-kata pesan disusun sedemikian rupa bermaksud mengundang mereka yang dipostkan pada group yang katanya forum diskusi dan silahturahmi, namun.. kembali lagi sepertinya niatan kami mendapat sedikit respon. Melihat hal ini Aku berinisiatif untuk menghubungi salah satu dari mereka dan berusaha memberi penjelasan agar perwakilan dari mereka bisa datang, sayang sekali apa yang Aku harapkan justru kembali direspon tidak baik bahkan kata-kata yang tidak mengenakkan Aku terima. Entahlah padahal waktu singa-singa itu menceramahiku dulu ada kata-katanya yang mengatakan “makanya besok-besok kalau rapat itu undang kita! Jangan seenaknya aja, kalian itu anggap kita apa sih?”. Entah yang salah itu Aku atau mereka, sampai-sampai Aku terdiam sejenak berusaha menenangkan pikiran apa mungkin Aku yang salah, tapi salahku sebenarnya itu apa? Kenapa sikap mereka selalu seperti itu?
            Tanpa dipungkiri perwakilan dari mereka datang utuk rapat, ternyata ide-ide kami kurang disetujui, hmm…tak masalh bagiku karena dalam berorganisasi yang Aku tahu tidaklah mudah memang menyatukan semua pendapat. Yang benar saja, kata-kata pisau mereka kembali mereka lontarkan. Setibanya salah seorang penengah datang malam itu berusaha memberikan pengertian barulah mereka bernada rendah. Hah, hanya segitu ternyata kemampuannya.. lalu dulu saat mereka dan kumpulannya dengan seluruh kata-kata idealisnya itu lalu apa? Emosiku saat itu benar-benar memuncak, Aku hanya bisa diam saja pikiranku sudah melayang-layang entah kemana sampai-sampai Aku melAkukan suatu tindakan yang menurutku itu adalah tindakan terbodoh yang pernah Aku lAkukan, saking tidak tahannya Aku dengan sikap mereka yang seperti berpura-pura itu sampai pada akhirnya Aku meneruskan langkahku untuk pergi dari tempat itu. Terkadang Aku menyesali ego yang memuncak saat itu, bagaimana tidak, Aku bahkan seperti lupa orang-orang yang hadir selain mereka Aku tinggalkan begitu saja. Jujur itu adalah amarah yang tidak bisa Aku tahan, tapi apa yang lain mengerti? Bodoh memang iya Aku bodoh mana mungkin yang lain tahu sedangkan Aku sendiri tidak pernah menceritakan kejadian yang sebenarnya pada siapapun bahkan temanku sendiri. Marah iya saat itu aku benar-benar marah.
            Lama Aku berpikir, untuk apa Aku bersikap seperti itu, sampai pada akhirnya Aku memutuskan Aku harus berubah. Terserah seperti apa anggapan orang lain menilaiku, yang terpenting itu bukanlah penilaian mereka melainkan seberapa bisa Aku bersikap lebih baik lagi semenjak kejadian itu. 

Sasih Mimba



















Sasih Mimba, sasih itu bulan dan mimba itu adalah tempayan.
Ibarat melihat bayangan bulan di dalam tempayan yang berisi air.
Jika air itu keruh bayangan bulan tidak akan bisa terlihat
Jika air itu terus beriak tentunya bayangan bulan tak akan nampak jelas
Jadi yang diperlukan itu adalah sederhana..yaitu ketenangan
Apabila air jernih
Apabila air tenang
Maka bayangan bayangan bulan akan nampak
Begitupula dengan pikiran manusia
Apabila bisa berpikir dengan tenang
Maka kamu akan dapat mengambil keputusan yang tepat

Kata-kata seseorang yang pernah menasehatiku, sederhana memang tapi maknanya sangat mendalam. Bahkan dengan kata-kata yang sesederhana itupun bisa merubah jalan pikirku.
            Aku sudah tidak mempersalahkan hal itu lagi, setidaknya aku telah berusaha untuk meredam emosiku.
            Awal bulan Juni, saat itu Aku dengan 2 orang temanku berkutat dengan proposal penggalian dana, aku dan temanku ini telah berencana kami akan menyelenggarakan olimpiade dimana kegiatan ini belum pernah terjamah sama sekali. Namun, sayangs sekali ide-ide yang tidak jelas kembali bermunculan sampai pada akhirnya Aku mulai terjebak jauh di dalamnya.

           

Rabu, 22 April 2015

Dimana Kata Adil?



sometimes i search so hard for words i look for away to interpret the language of this heart and unspoken bond i feel but in the end i am left with nothing but silence. Deep down i hope is understand

Ujian itu bukan hanya masalah A, B, C atau D yang bisa menjadi tolak ukur kemampuan seseorang tapi menurutku itu lebih seberapa mampu seseorang bisa jujur dengan dirinya sendiri. Hari ini adalah puncak amarahku, seperti Aku harus belajar lagi untuk yang namanya bersabar. Aku mulai muak melihat kecurangan yang selalu Aku lihat tapi Aku tidak berdaya untuk melakukan apapun. Bukan tanpa alasan kenapa Aku setiap mengikuti ujian lebih memilih duduk di depan melainkan itu adalah pembuktian terhadap janjiku pada diriku sendiri.
Masih ingat jelas di ingatanku disaat sebuah kejujuran itu diragukan, saat itu Aku seperti di posisi yang serba salah ketika seseorang bertanya di situasi yang tidak tepat, tapi justru seseorang yang menjadi panutanku menilaiku dari sudut pandangnya sendiri tanpa melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kecewa, iya pasti…tapi semenjak itu Aku sudah berjanji, di jalan saat dada ini sesak menahan amarah yang akhirnya berujung dengan air mata Aku berjanji dengan diriku sendiri, Aku akan membuktiakan bahwa apa yang dikatakannya dan persespsinya tersebut adalah salah, semenjak itu  kenapa setiap ujian Aku lebih memilih duduk sendiri di depan.
Korupsi? di tengah-tengah banyak bibir-bibir yang mengelu-elukan anti korupsi, tapi kenapa banyak kecurangan yang tetap terjadi? Handphone yang seharusnya jadi media yang lebih bermanfaat tapi kini sering disalah gunakan. Olehnya tidak diketahui semua itu, dada ini semakin sesak rasanya ketika Aku berada di suatu keadaan dimana Aku ingin merubah semua itu, dimana Aku ingin melakukan pembuktian, dimana Aku ingin belajar jujur. Sayang sekali olehnya semua itu tak terlihat, terasa tak adil bagiku. Entah karena lelah atau membiarkanya, sampai sekarang Akupun tidak mengerti. Langkahku seperti tidak ada semangatnya, setiap kali hal itu terlihat olehku ingin rasanya Aku katakana bahwa Aku muak, tapi dengan siapa? bahkan di saat malam sepulang itu Aku  “tadi Aku melihat ketidakjujuran, orang-orang bermuka dua telah menyalahgunakan teknologi, Aku kesal tapi tak berdaya untuk merubah itu” batinku berteriak. Mungkin tidak ada yang mengerti, bahkan bibir-bibir mengatakan “kenapa tidak ikut aja seperti mereka, di jaman sekarang kamu jujur toh tidak ada yang memperdulikan dan tau akan semua itu”. Disisi lain nafas panjang yang Aku tarik mengisyaratkan kekecewaan yang Aku dapatkan. Sekelumit pikiranku juga bercabang dimana di saat Aku giat-giatnya mengikuti suatu tes dimana Aku tidak mau mengulang kegagalan yang Aku alami di suatu kota sebelumnya. Aku tidak mengerti, kenapa justru disaat Aku tengah bersemangat untu belajar, olehnya yang Aku selalu jadikan panutan selama ini seperti meruntuhkan semangatku yang Aku bangun selama ini. Tidak ada yang mengerti memang, namun untuk kesekian kalinya Aku merasa terabaikan. Terkadang terpikir olehku untuk perlu kalanya Aku menjauhkan diri dari orang-orang sejenak. Aku diam, buka karena tidak ingin bicara tapi karena di otakku banyak pertanyaan yang belum terjawab, kenapa ia yang selalu Aku jadikan contoh berbalik mengabaikanku. Aku memang bodoh, tapi itu bukan berarti sebagai penghalang Aku tetap berusaha untuk belajar. Tapi untuk kesekian kalinya Aku terabaikan di tengah-tengah semangatku yang memuncak kini tiba-tiba rubuh.Sudah, sudah cukup, I never be the same….
Jujur, kata sederhana yang diucapkan bibir-bibir tapi hingga kini itu tertutupi oleh kecurangan-kecurangan yang ada. Aku ingin belajar jujur dengan diriku sendiri, bukan masalah nilai melainkan janjiku untuku. Mungkin orang akan tertawa mendengarnya, ya mungkin terlalu terdengar idealis oleh siapa pun, namun Aku yang telah menelan kekecewaan ini tak kan pernah lagi sama. Entah idealis, entah realistis, entah seperti apa orang memandangku, dan menilaiku. Aku yang masih belajar jujur ini Aku tidak akan mengikuti mereka, Aku masih ingat akan janjiku. Nilai memang salah satu indikator pencapaian seseorang, tapi ingat itu bukan satu-satunya. Aku yang kecewa akan kejujuranku yang tak pernah dipandang akan tetap berusaha untuk jujur. Banyak orang yang bernilai tinggi, tapi tidak banyak orang yang jujur. Sampai saat ini Aku masih ingin menjadi salah satu dari yang tidak banyak itu. Mungkin bukan sekarang, tapi Aku yakin suatu saat nanti..akan ada orang yang akan mengerti akan semua yang Aku alami ini.

Kamis, 16 April 2015

Deep down

Simfoni kerinduan teruntai
Sayup-sayup senar mulai berdenting
Tersirat getaran jiwa yang tak mampu berkata
Irama hati terlantun
Menghalau sepi yang mendera
Heningpun terkikis
Diwaktu petikan nada
Iringi jemari ciptakan harmoni cinta

...sometimes i got feeling
   when i'm not necessarily sad
   but i just feel really empty
   kind words can be short
   and easy to speak
   but their echoes are truly endless
   ya, i'm a simple person
   who hides a thousand feelings
 

Sabtu, 10 November 2012

Kesenjangan Pendidikan di Bumi Nusantara

Tujuan pendidikan sejatinya adalah untuk membebaskan manusia dari kebodohan dan kemiskinan. Seperti yang telah tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, dimana negara ini mempunyai tujuan dan cita-cita yang mulia melalui sistem pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia Indonesia yang berkarakter serta bermoral baik. Namun, pada faktanya Indonesia yang dikenal sebagai negara yang berlimpah ruah sumber daya alamnnya, tidak diimbangi dengan kemajuan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Pendidikan yang merupakan titik sentral dimulainya pencapaian integritas suatu bangsa nyatanya tidak dapat dinikmati secara menyeluruh oleh generasi penerus di bumi nusantara ini. Jika kita menengok lebih mendalam lagi, kesenjangan dalam dunia pendidikan di Indonesia dapat terlihat dengan jelas.

            Tidak jauh-jauh dari hal tersebut, contohnya saja dapat kita bandingkan pendidikan yang di terima oleh masyarakat Indonesia di daerah pedesaan dan di perkotaan. Dilihat dari pendidikan yang di terima bagi orang-orang yang mengenyam pendidikan di kota jauh berbeda dengan di desa. Misalnya saja di kota Jakarta dan Badung (Bali) yang merupakan daerah pusat pembangunan, dengan mudahnya orang-orang yang masih duduk di bangku pendidikan dapat menikmati fasilitas yang kian canggih untuk proses belajar-mengajar. Internet sebagai salah satu media penunjang segala informasi hingga ke dunia luar, kini keberadaannya sudah menjamur sehingga sangat mudah untuk dijumpai dan diakses. Sementara itu, keadaannya justru berbanding terbalik jika dibandingkan dengan daerah pedesaan contohnya di Kabupaten Deiyai ujung timur wilayah Indonesia, yaitu daerah Papua. Banyak sekolah dasar yang jangankan untuk menikmati internet, bahkan untuk menikmati sarana seperti buku yang lengkap, ruang kelas yang nyaman, dan akses menuju sekolah yang mudah itu pun masih sekedar angan-angan bagi mereka yang berharap dapat menikmati pendidikan yang lebih baik.

            Itu merupakan salah satu perbandingan daerah yang mengalami kesenjangan pendidikan. Namun, bagaimanakah dengan daerah-daerah lain, seperti daerah pelosok dan daerah pedalaman dimana pada umumnya daerah tersebut dihuni oleh mayoritas penduduk Indonesia yang tidak mampu atau memiliki penghasilan perkapita rendah yang sama sekali belum terjamah pendidikan yang berkualitas? Jika sudah seperti ini siapakah yang  sepatutnya menjadi kambing hitam di atas permasalahan yang terlihat sepele namun memberikan pengaruh yang besar bagi bangsa ini?

            Terlihat miris benar di tengah-tengah desakan derasnya arus globalisasi dimana negara-negara lain sedang gencarnya berlomba-lomba meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi serta sumber daya manusianya dengan menjunjung tinggi kualitas pendidikan yang ditempuh, sementara kaum muda kita yang terbelakang belum tersentuh oleh pendidikan formal  justru terpuruk oleh ironi kondisi dunia pendidikan yang terjadi di negara ini. Hak mereka yang sebagaimana telah tertera pada  Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) : setiap warga negara berhak mendapat pendidikan telah terbukti belum sepenuhnya mereka rasakan. Pemerintah yang memiliki andil besar sebagai penggerak negara ini terkesan mengabaikan hak-hak warga negaranya yang belum terpenuhi, padahal telah disebutkan pada Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (2) : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Namun masih saja banyak terdapat warga negara yang belum dapat meneguk haknya untuk mengenyam pendidikan hingga bangku sekolah dasar. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada sumber daya manusia yang dihasilkan di Indonesia. Jika kondisi dunia pendidikan di Indonesia terus berkelanjutan seperti ini, undang-undang dan segala peraturan yang di buat oleh lembaga serta para petinggi di negeri ini  hanya terlihat sebatas landasan filosofis semata, seperti angin lalu tanpa diimplementasikan dan memberikan manfaat nyata bagi warga negaranya.

            Negara yang memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja dari daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional hendaknya mampu dimanfaatkan secara optimal bagi pemerintah. Penduduk Indonesia dari daerah terpencil sekalipun agar dapat menikmati pendidikan yang memang sudah sepatutnya menjadi hak mereka. Maka dari itu, untuk mengurangi tingkat kesenjangan yang begitu mencolok, pemerintah harus bersikap arif dan bijaksana dalam menangani kesenjangan yang begitu mendarah daging di Indonesia. Pendidikan yang dilengkapi dengan fasilitas yang lebih memadai serta di dukung dengan tenaga pengajar yang profesional sebagai salah satu faktor penentu agar nantinya  dapat mencetak generasi bangsa sebagai sumber daya manusia yang mampu bersaing dalam berbagai bidang di zaman serba kompetitif yang mau tidak mau menuntut manusia untuk lebih berpikir kreatif guna menghantarkan bangsanya menjadi negara yang lebih maju, karena bagaimana pun juga sumber daya manusia yang dihasilkan merupakan cerminan dari kemampuan suatu bangsa itu sendiri.