Jumat, 10 Juli 2015

Diktator Intelektual



Flashback saat itu Aku yang tiba-tiba dipilih sebagai ketua penggalian dana melalui pembuatan yang katanya “identitas” tidak boleh mahal tapi yang murah (Aku cuma bisa meringis dalam hati) ingin menyampaikan sosialisasi ke mereka, namun tahu apa? Tanggapannya “sudah, percuma juga kamu bicara toh gak ada yang mau dengerin”. Memang niatan baik belum tentu direspon dengan baik, jujur Aku kecewa mendengarnya tapi..Aku brusaha untuk bersabar, Aku berusaha mengalihkan pikiranku ya mungkin waktunya saat itu kurang tepat.
Ini bermula dari sikap mereka yang tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan. Masih teringat diingatanku Aku yang waktu itu sendiri di gazebo sedang berkutat dengan laptopku yang setia Aku gunakan untuk membuat tugas. Pertama salah satu dari mereka menghampiri  Aku menanyakan kegiatan jurusan yang akan dilaksanakan. Memang, kegiatan ini sepertinya kurang direspon baik oleh banyak pihak, begitu juga dengan Aku yg sebenarnya kurang setuju dengan kegiatan yang menurutku dibalik kegiatan ini ada pihak-pihak yang sengaja mengambil keuntungan. Namun dari sekian lama Aku baru menyadari semua itu setelah Aku mendapati sebuah buku yang berisi kalau bisa dikatakan itu adalah “eksploitasi” hahaha entahlah…Berbincang-berbincang, satu persatu mereka menghampiriku, awalnya Aku pikir mereka bisa diajak bekerja sama tapi jauh dr perbincangan itu justru Aku di ceramahi habis-habisan, Aku yang seperti orang dungu tidak mengerti apa sebenarnya permasalahan mereka dengan generasi di atasku tapi kenapa Aku yang tidak mengerti apa-apa ini jadi sasaran mereka. Bak seekor rusa Aku seperti dikelilingi oleh singa-singa yang siap menerkam. Aku berusaha untuk bersabar lagi, walaupun saat itu Aku tidak bersama dengan teman-temanku, tapi Aku berusaha untuk tetap tenang dan mengiyakan kata-kata mereka yang seperti pisau itu. Aku berusaha mengalihkan pikiranku, hah mungkin maksud mereka baik hanya saja cara mereka utuk menyampaikannya yang salah.
Setahun setelah kepemgurusan yang lama, kini Aku terpilih menjadi wakil ketua di organisasi ini. Aku dan temanku yang telah terikat dengan tanggungjawab ini berusaha untuk melaksanakan tanggung jawab yang mereka berikan kepada kami. Kesalah pertama yaitu waktu Januari-mei terbuang sia sia karena kurangnya inisiatif dari kami untuk menyelenggarak kegiatan. Sampai pada akhirnya kejadian ini terulang kembali.
            Saat itu temanku yang menjadi ketua berusaha untuk mengordinir perwakilan dari angkatan untuk turut serta pada saat rapat, ya itu sebelumnya adalah ideku. Sempat terfikir pada kepungurusan sebelumnya yang kurangnya kordinasi dengan tingkat lainnya Aku tidak mau itu terulang kembali, sedangkan pada saat itu temanku ini belumlah tahu mengenai kepengurusan yang sebelumnya maka dari itu Aku menyarankan kepada temanku ini agar kegiatan apapun yang kita lAkukan hendaknya kita melibatkan semua tingkatan agar mereka juga bisa ikut andil dalam kegiatan yang kita jalankan. Kata-kata pesan disusun sedemikian rupa bermaksud mengundang mereka yang dipostkan pada group yang katanya forum diskusi dan silahturahmi, namun.. kembali lagi sepertinya niatan kami mendapat sedikit respon. Melihat hal ini Aku berinisiatif untuk menghubungi salah satu dari mereka dan berusaha memberi penjelasan agar perwakilan dari mereka bisa datang, sayang sekali apa yang Aku harapkan justru kembali direspon tidak baik bahkan kata-kata yang tidak mengenakkan Aku terima. Entahlah padahal waktu singa-singa itu menceramahiku dulu ada kata-katanya yang mengatakan “makanya besok-besok kalau rapat itu undang kita! Jangan seenaknya aja, kalian itu anggap kita apa sih?”. Entah yang salah itu Aku atau mereka, sampai-sampai Aku terdiam sejenak berusaha menenangkan pikiran apa mungkin Aku yang salah, tapi salahku sebenarnya itu apa? Kenapa sikap mereka selalu seperti itu?
            Tanpa dipungkiri perwakilan dari mereka datang utuk rapat, ternyata ide-ide kami kurang disetujui, hmm…tak masalh bagiku karena dalam berorganisasi yang Aku tahu tidaklah mudah memang menyatukan semua pendapat. Yang benar saja, kata-kata pisau mereka kembali mereka lontarkan. Setibanya salah seorang penengah datang malam itu berusaha memberikan pengertian barulah mereka bernada rendah. Hah, hanya segitu ternyata kemampuannya.. lalu dulu saat mereka dan kumpulannya dengan seluruh kata-kata idealisnya itu lalu apa? Emosiku saat itu benar-benar memuncak, Aku hanya bisa diam saja pikiranku sudah melayang-layang entah kemana sampai-sampai Aku melAkukan suatu tindakan yang menurutku itu adalah tindakan terbodoh yang pernah Aku lAkukan, saking tidak tahannya Aku dengan sikap mereka yang seperti berpura-pura itu sampai pada akhirnya Aku meneruskan langkahku untuk pergi dari tempat itu. Terkadang Aku menyesali ego yang memuncak saat itu, bagaimana tidak, Aku bahkan seperti lupa orang-orang yang hadir selain mereka Aku tinggalkan begitu saja. Jujur itu adalah amarah yang tidak bisa Aku tahan, tapi apa yang lain mengerti? Bodoh memang iya Aku bodoh mana mungkin yang lain tahu sedangkan Aku sendiri tidak pernah menceritakan kejadian yang sebenarnya pada siapapun bahkan temanku sendiri. Marah iya saat itu aku benar-benar marah.
            Lama Aku berpikir, untuk apa Aku bersikap seperti itu, sampai pada akhirnya Aku memutuskan Aku harus berubah. Terserah seperti apa anggapan orang lain menilaiku, yang terpenting itu bukanlah penilaian mereka melainkan seberapa bisa Aku bersikap lebih baik lagi semenjak kejadian itu. 

Sasih Mimba



















Sasih Mimba, sasih itu bulan dan mimba itu adalah tempayan.
Ibarat melihat bayangan bulan di dalam tempayan yang berisi air.
Jika air itu keruh bayangan bulan tidak akan bisa terlihat
Jika air itu terus beriak tentunya bayangan bulan tak akan nampak jelas
Jadi yang diperlukan itu adalah sederhana..yaitu ketenangan
Apabila air jernih
Apabila air tenang
Maka bayangan bayangan bulan akan nampak
Begitupula dengan pikiran manusia
Apabila bisa berpikir dengan tenang
Maka kamu akan dapat mengambil keputusan yang tepat

Kata-kata seseorang yang pernah menasehatiku, sederhana memang tapi maknanya sangat mendalam. Bahkan dengan kata-kata yang sesederhana itupun bisa merubah jalan pikirku.
            Aku sudah tidak mempersalahkan hal itu lagi, setidaknya aku telah berusaha untuk meredam emosiku.
            Awal bulan Juni, saat itu Aku dengan 2 orang temanku berkutat dengan proposal penggalian dana, aku dan temanku ini telah berencana kami akan menyelenggarakan olimpiade dimana kegiatan ini belum pernah terjamah sama sekali. Namun, sayangs sekali ide-ide yang tidak jelas kembali bermunculan sampai pada akhirnya Aku mulai terjebak jauh di dalamnya.

           

Rabu, 22 April 2015

Dimana Kata Adil?



sometimes i search so hard for words i look for away to interpret the language of this heart and unspoken bond i feel but in the end i am left with nothing but silence. Deep down i hope is understand

Ujian itu bukan hanya masalah A, B, C atau D yang bisa menjadi tolak ukur kemampuan seseorang tapi menurutku itu lebih seberapa mampu seseorang bisa jujur dengan dirinya sendiri. Hari ini adalah puncak amarahku, seperti Aku harus belajar lagi untuk yang namanya bersabar. Aku mulai muak melihat kecurangan yang selalu Aku lihat tapi Aku tidak berdaya untuk melakukan apapun. Bukan tanpa alasan kenapa Aku setiap mengikuti ujian lebih memilih duduk di depan melainkan itu adalah pembuktian terhadap janjiku pada diriku sendiri.
Masih ingat jelas di ingatanku disaat sebuah kejujuran itu diragukan, saat itu Aku seperti di posisi yang serba salah ketika seseorang bertanya di situasi yang tidak tepat, tapi justru seseorang yang menjadi panutanku menilaiku dari sudut pandangnya sendiri tanpa melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kecewa, iya pasti…tapi semenjak itu Aku sudah berjanji, di jalan saat dada ini sesak menahan amarah yang akhirnya berujung dengan air mata Aku berjanji dengan diriku sendiri, Aku akan membuktiakan bahwa apa yang dikatakannya dan persespsinya tersebut adalah salah, semenjak itu  kenapa setiap ujian Aku lebih memilih duduk sendiri di depan.
Korupsi? di tengah-tengah banyak bibir-bibir yang mengelu-elukan anti korupsi, tapi kenapa banyak kecurangan yang tetap terjadi? Handphone yang seharusnya jadi media yang lebih bermanfaat tapi kini sering disalah gunakan. Olehnya tidak diketahui semua itu, dada ini semakin sesak rasanya ketika Aku berada di suatu keadaan dimana Aku ingin merubah semua itu, dimana Aku ingin melakukan pembuktian, dimana Aku ingin belajar jujur. Sayang sekali olehnya semua itu tak terlihat, terasa tak adil bagiku. Entah karena lelah atau membiarkanya, sampai sekarang Akupun tidak mengerti. Langkahku seperti tidak ada semangatnya, setiap kali hal itu terlihat olehku ingin rasanya Aku katakana bahwa Aku muak, tapi dengan siapa? bahkan di saat malam sepulang itu Aku  “tadi Aku melihat ketidakjujuran, orang-orang bermuka dua telah menyalahgunakan teknologi, Aku kesal tapi tak berdaya untuk merubah itu” batinku berteriak. Mungkin tidak ada yang mengerti, bahkan bibir-bibir mengatakan “kenapa tidak ikut aja seperti mereka, di jaman sekarang kamu jujur toh tidak ada yang memperdulikan dan tau akan semua itu”. Disisi lain nafas panjang yang Aku tarik mengisyaratkan kekecewaan yang Aku dapatkan. Sekelumit pikiranku juga bercabang dimana di saat Aku giat-giatnya mengikuti suatu tes dimana Aku tidak mau mengulang kegagalan yang Aku alami di suatu kota sebelumnya. Aku tidak mengerti, kenapa justru disaat Aku tengah bersemangat untu belajar, olehnya yang Aku selalu jadikan panutan selama ini seperti meruntuhkan semangatku yang Aku bangun selama ini. Tidak ada yang mengerti memang, namun untuk kesekian kalinya Aku merasa terabaikan. Terkadang terpikir olehku untuk perlu kalanya Aku menjauhkan diri dari orang-orang sejenak. Aku diam, buka karena tidak ingin bicara tapi karena di otakku banyak pertanyaan yang belum terjawab, kenapa ia yang selalu Aku jadikan contoh berbalik mengabaikanku. Aku memang bodoh, tapi itu bukan berarti sebagai penghalang Aku tetap berusaha untuk belajar. Tapi untuk kesekian kalinya Aku terabaikan di tengah-tengah semangatku yang memuncak kini tiba-tiba rubuh.Sudah, sudah cukup, I never be the same….
Jujur, kata sederhana yang diucapkan bibir-bibir tapi hingga kini itu tertutupi oleh kecurangan-kecurangan yang ada. Aku ingin belajar jujur dengan diriku sendiri, bukan masalah nilai melainkan janjiku untuku. Mungkin orang akan tertawa mendengarnya, ya mungkin terlalu terdengar idealis oleh siapa pun, namun Aku yang telah menelan kekecewaan ini tak kan pernah lagi sama. Entah idealis, entah realistis, entah seperti apa orang memandangku, dan menilaiku. Aku yang masih belajar jujur ini Aku tidak akan mengikuti mereka, Aku masih ingat akan janjiku. Nilai memang salah satu indikator pencapaian seseorang, tapi ingat itu bukan satu-satunya. Aku yang kecewa akan kejujuranku yang tak pernah dipandang akan tetap berusaha untuk jujur. Banyak orang yang bernilai tinggi, tapi tidak banyak orang yang jujur. Sampai saat ini Aku masih ingin menjadi salah satu dari yang tidak banyak itu. Mungkin bukan sekarang, tapi Aku yakin suatu saat nanti..akan ada orang yang akan mengerti akan semua yang Aku alami ini.

Kamis, 16 April 2015

Deep down

Simfoni kerinduan teruntai
Sayup-sayup senar mulai berdenting
Tersirat getaran jiwa yang tak mampu berkata
Irama hati terlantun
Menghalau sepi yang mendera
Heningpun terkikis
Diwaktu petikan nada
Iringi jemari ciptakan harmoni cinta

...sometimes i got feeling
   when i'm not necessarily sad
   but i just feel really empty
   kind words can be short
   and easy to speak
   but their echoes are truly endless
   ya, i'm a simple person
   who hides a thousand feelings